Waktu Salat

Isnin, 1 September 2008

Tafsir Surat al-Kahfi (Pendahuluan)

Pendahuluan

بسمِ ٱلله الرَّحمٰنِ الرَّحيـمِ

Surat ini bernama al-Kahfi, yang berarti gua yang besar lagi luas sehingga dapat didiami orang atau tempat berteduh. Gua-gua semacam itu disebut juga ngalau. Ngalau semacam itu terdapat di Baso, Bukittinggi. Atau di kaki-kaki bukit dekat Ipoh, Malaysia. Biasa ngalau demikian diambil orang untuk tempat beribadat. Orang Cina mendirikan kelenteng. Adapun gua yang sempit kecil dalam bahasa Arab disebut Ghar. Yaitu sebagai gua di atas bukit Hira’ tempat Rasulullah s.a.w. menerima wahyu yang pertama, atau gua tempat beliau bersembunyi bersama Abu Bakar di puncak gunung Tsur.

Diberi Surat ini nama al-Kahfi karena diambil dari kisah beberapa orang anak muda yang pergi bersembunyi ke dalam al-Kahfi itu dan dengan kudrat iradat Allah mereka tertidur di sana sampai 309 tahun lamanya.

Maka samalah pendapat ahli-ahli tafsir menyatakan bahwa Surat ini diturunkan di Makkah.

Adalah tiga kisah yang penting tersebut di dalam Surat ini. Pertama ceritera pemuda-pemuda yang masuk ke dalam gua al-Kahfi itu. Dalam ceritera ini kita mengambil beberapa kesan yang penting. Pertama kekerasan kemauan anak-anak muda itu mempertahankan keyakinan dan keimanan mereka yang bertentangan dengan kepercayaan pihak menguasa di negeri mereka di waktu itu. Mereka memegang kepercayaan TAUHID, bahwa penguasa alam itu Esa adanya. Dan mereka tidak mau akan menyembah kepada yang selain Allah, dan mereka mempercayai pula akan adanya hidup sesudah mati, yaitu kepercayaan kepada hari kiamat.

Teranglah bahwa kepercayaan yang mereka pegang itu sangat berlawanan dengan kepercayaan orang senegeri mereka, terutama raja yang berkuasa. Sebab itu, supaya mereka jangan dianiaya orang atau dipaksa merobah keyakinan, lebih baik menyisihkan diri ke tempat jauh. Maka sampailah mereka ke gua itu dan tertidur di sana.

Ceritera yang satu lagi ialah pertemuan Nabi Musa dengan Nabi Khidhir. Nabi Musa diperintah Allah menambah pengalaman dan mencari guru yang lebih bijaksana dan jauh pandangnya. Sebab Musa sudah sampai kepada satu pendapat yang salah, yaitu bahwa dialah satu-satunya orang yang lebih pandai dalam masyarakat, sebab dia Nabi dan sebab dia Rasul. Maka diperintahkan Tuhanlah dia mencari guru dan bertemulah guru itu, yaitu Nabi Khidhir. Bertemulah tiga pengalaman. Dari ketiga pengalaman itu insaflah Musa bahwa memang banyak lagi hal yang belum diketahuinya dalam pengalaman hidup ini.

Ceritera yang ketiga ialah darihal Dzul-Qarnain. Tersebut bahwa Dzul-Qarnain itu mengembara ke bumi sebelah Barat (ayat 86), bertemu dengan suatu kaum dan dikuasanyailah kaum itu, dihukumnya mana yang salah dan diberinya ganjaran yang baik bagi yang berbuat baik. Kemudian dia pun mengembara ke bumi sebelah Timur (ayat 90), terus melalui jalan di antara dua buah gunung dan tersebutlah kemudiannya tentang bahaya Ya’juj dan Ma’juj dan untuk membendung bahaya itu penduduk memintanya dibuatkan dinding atau “linie” untuk membendung apabila Ya’juj dan Ma’juj itu datang menyerang dengan segala bencana yang dibawanya.

Bertemulah berbagai tafsir tentang ketiga kisah itu di dalam kitab-kitab tafsir yang besar-besar dan akan kita salinkan mana yang dapat diterima dan kita sisihkan dongeng-dongeng Israiliyat.

Adapun isi keseluruhan dari Surat al-Kahfi akan sama jualah halnya dengan surat-surat yang lain yang diturunkan di Makkah; yaitu memperdalam akidah Keesaan Allah dalam hati kita, memperteguh kepercayaan akan hari kiamat dan mengasah budi kita. Apatah lagi seketika dikemukakan suatu perumpamaan (dari ayat 32 sampai ayat 43) tentang dua orang yang mempunyai kebun masing-masing sebuah. Tanahnya subur, air sungainya tetap mengalir dan hasil kebun itu memuaskan hati. Tetapi yang seorang lupa kepada Tuhan tersebab kesuburan kebunnya, dan yang seorang lagi insaf bahwa kebunnya hanya harta pinjaman Allah sahaja. Yang insaf akan kekuasaan Allah itu bersikaplah dia dengan tenang dan tidak lupa mengabdikan kepada Tuhan, sedang yang seorang lagi kian lama kian lupa akan nikmat Ilahi. Tiba-tiba terjadilah hal yang tidak disangka-sangka samasekali; datang angin besar sehingga pohon anggur yang subur itu roboh kayu penjunjungkannya! Sedang kerugian menanam sudah sangat banyak. Habis kekayaan dan tidak ada yang akan menolong selain Allah. Barulah si sombong tadi insaf dan mengenangkan kembali nasihat dari saudaranya yang sama berkebun di dekat dia. Tetapi apalah hendak dikata, kehendak Allah telah berlaku.

(Hamka), P. D. (1985). Tafsir Al-Azhar (Cetakan Pertama Edisi Pustaka Nasional Pte Ltd Singapura ed., Vol. Juzu' 15). Singapura: Pustaka Nasional Pte Ltd.

1 ulasan:

kembara_1990 berkata...

ramadhan karim..kullu 'am wanahnu fil khair..